Lazada Indonesia

[Lensa] Blogger Solo Kopdar

Komunitas blogger solo, dikenal dengan label Blogos, mengadakan kopi darat di lantai tiga Solo Grand Mall pada 30 November 2008. Dalam kesempatan tersebut turut dihadiri perwakilan komunitas blogger Jogja "Cah Andong" dan blogger Wonosobo. Acara diisi dengan sarasehan untuk mengakrabkan diri dan transfer ilmu antar blogger.


Selamat Datang Umar dan Terima Kasih "Super Bunda"


Penantian keluarga kami selama 9 bulan akhirnya terselesaikan. Penantian menunggu kelahiran putra pertama kami terbalas pada 24 November 2008, sekitar pukul 8.45 WIB, dengan lahirnya bayi mungil kami di Rumah Sakit Fatimah, Cilacap.

Bukan proses yang mudah, ternyata, seorang manusia bisa lahir. Perlu kerja sama yang baik antara ibu, suami, dan tenaga perawat yang membantu kelahiran, agar bayi bisa lahir dengan selamat. Sempat istri saya tidak kuat untuk mengejan dalam persalinan. Saya bisa memaklumi hal tersebut, karena semalaman dia tidak bisa tidur merasakan sakitnya perut yang begitu hebat. Saya hanya bisa istighfar melihatnya.

Kronologisnya, malam hari menjelang kelahiran, 23 November 2008, istri saya merasakan rasa mulas seperti orang ingin buang air besar. Sejak pukul 22.00 WIB hingga keesokan harinya, dia tidak pernah lepas dari rintihan kesakitan. “Ya Allah, maafkan dosa-dosanya dengan sakit yang dirasakannya,” batin saya.

Bidan yang berjaga malam itu mengatakan sudah terjadi bukaan pertama. Entah karena mungkin anak pertama, bukaan jalan lahir tetap pada posisi pertama sekalipun jarum telah menunjuk pukul 7 pagi keesokan hari. Penderitaan istri saya makin hebat. Setiap dia merasa mulas, keinginannya untuk mengejan harus ditunda sampai jalan lahir terbuka 10 centi. Begitu kata bidan.

Akhirnya sekitar pukul 8.20 WIB sang dokter datang. Jalan lahir istri saya sudah terbuka 7 sampai 8 centi. Dokter pun mengambil alih tugas bidan. Istri saya diperbolehkan mengejan untuk mengeluarkan si bayi.

Perjuangan belum berakhir. Rasa capek dan lemas yang dialami istri saya, membuatnya kurang kuat untuk mengejan. Bayi pun tidak bisa segera keluar. Melihat kondisi istri sudah kepayahan, dokter menyarankan saya untuk melakukan operasi vakum. Si bayi nantinya disedot dengan sebuah alat vakum. Saya menyetujuinya. Segera saya tandatangani pernyataan kesediaan operasi.

Alat vakum pun diambil. Dokter meletakkan ujung vakum ke kepala bayi. Alat pun dihidupkan. Begitu posisi sedot vakum sudah mantap, bayi pun ditarik dan akhirnya, “Oeek...oeeekkk...”, tangis anak pertama kami menggelegar di ruangan. “Alhamdulillah...Alhamdulillah,” ucap kami tidak hentinya memuji kebesaran Allah. Seketika air mata saya keluar tidak terbendung.

Kini istri dan anak saya sudah berada di rumah. Mereka dalam kondisi yang sehat. Kepada istriku, ayah hanya bisa bilang terima kasih dan engkaulah “Super Bunda” di keluarga kita. Untuk anakku, Umar Abdul Aziz, jadilah anak sholih dan bermanfaat bagi sekitarmu. Amin.

Lowongan Zaman Kompeni: Kowe Mahu Kerdja?

 
Zaman penjajahan Belanda yang salah satunya dibekingi persekutuan dagang VOC, pernah membuat lowongan kerja yang diperuntukkan bagi bangsa tertindas pribumi kala itu. Lowongangan tersebut dimuat dalam sebuah koran zaman dulu yang bertahun 1889. 

Kolonial Belanda memang cukup kejam. Dalam lowongan untuk penempatan di perkebunan-perkebunan Belanda ini dikatakan, upah yang diterima pekerja nantinya dipotong 40 persen untuk pajak.Selain itu, pekerja wajib punya badan kuat dan tinggi nyalinya.

Berikut kalimat lowongan tersebut yang diambil dari sebuah grup miling list dengan sumber arsip perpustakaan nasional: 

PENGOEMOEMAN!!!
DAG INLANDER,…..HAJOO URANG MELAJOE,…KOWE MAHU KERDJA??? GOVERNEMENT NEDERLANDSCH INDIE PERLU KOWE OENTOEK DJADI BOEDAK ATAOE TJENTENK DI PERKEBOENAN-PERKEBOENAN ONDERNEMING KEPOENJAAN GOVERNEMENT NEDERLANDSCH INDIE JIKA KOWE POENYA SJARAT DAN NJALI BERIKOET:
1. Kowe poenja tangan koeat dan beroerat
2. Kowe poenja njali gede
3. Kowe poenja moeka kasar
4. Kowe poenja tinggal di wilajah Nederlandsch Indie
5. Kowe boekan kerabat dekat pemberontak- pemberontak ataoepoen maling ataoepoen mereka jang soedah diberantas liwat actie politioneel.
6. Kowe beloem djadi boedak nederlander ataoepoen ondernemer ataoe toean tanah ataoe baron eropah.
7. Kowe maoe bekerdja radjin dan netjes.

KOWE INLANDER PERLOE DATANG KE RAWA SENAJAN DISANA KOWE HAROES DIPILIH LIWAT DJOERI-DJOERI JANG BERTOEGAS :
1. Keliling rawa Senajan 3 kali
2. Angkat badan liwat 30 kali
3. Angkat peroet liwat 30 kali

Kowe mesti ketemoe Mevrouw Shanti, Meneer Tomo en Meneer Atmadjaja. Kowe nanti akan didjadikan tjentenk oentoek di Toba, Buleleng, Borneo, Tanamera, Batam, Soerabaja, Batavia en Riaoeeiland.

Governement Nederlandsch Indie memberi oepah :
1. Makan 3 kali perhari dengan beras poetih dari Bangil
2. Istirahat siang 1 uur.
3. Oepah dipotong padjak Governement 40 percent oentoek wang djago. Haastig kalaoe kowe mahoe.

Pertanggal 31 Maart 1889 Niet Laat te Zijn Hoor.. Batavia 1889 Onder de naam van Nederlandsch Indie Governor Generaal H.M.S Van den Bergh S.J.J de Gooij

Masakan Ndeso Kini Makin Digemari


-->

-->
Menu masakan katrok (pinjam istilah Tukul) atau ndeso, kini tidak bisa dipandang remeh. Menu yang mencirikan masakan tradisional ini, banyak dijadikan ladang bisnis menggiurkan.

Rumah Makan (RM) Masja , misalnya, mulai membuka usaha rumah makan masakan Jawa sejak 1987. Pemiliknya bernama Karsini, perempuan paruh baya, yang mengawali usaha berdua bersama suami.
“Awalnya saya merintis pada tahun 1975. Waktu itu saya melayani para pekerja bangunan di depan kantor polisi Laweyan (Solo –red). Sampai 1980 saya melayani pekerja bangunan. Pada 1981, saya mulai melayani polisi dan tentara. Akhirnya saya membuka warung makan ini pada 1987,” ujar Karsini yang membuka usaha di jalan Dr. Radjiman, Solo.
Menu yang disajikan pun cukup beragam. Konsumen bisa menikmati aneka sayur dan lauk khas Jawa. “Ada lodeh, sop, asem-asem, oseng-oseng kikil, dan sebagainya. Banyak menu Jawa yang saya tawarkan. Tapi menu yang paling banyak terjual atau menjadi favorit adalah brongkos,” tutur Karsini mengenalkan masakannya.

Brongkos menjadi menu andalan di RM Masja. Isinya berupa daging sapi yang dimasak dengan tampilan berkuah kecoklatan. Sekilas akan tampak seperti tongseng kambing. Rahasia bumbu apa yang ada di dalamnya? “Itu rahasia perusahaan. Ini yang membedakan kami dengan yang lain,” jawab ibu dua orang anak itu.

Pelanggan Karsini memayungi banyak kalangan. Kalangan menengah ke bawah hingga atas, banyak yang mengunjungi rumah makannya. Pasalnya, Karsini mentapkan harga masakan yang bisa dijangkau siapapun. 
“Pada waktu itu (pertama buka –red), pelanggan saya kebanyakan sales. Seiring perjalanan usaha, konsumen saya akhirnya banyak orang yang berdasi,” ujar Karsini bangga.
Kini Karsini memiliki satu cabang yang terletak di jalan Letjen Suprapto 37 Solo. Karyawannya mencapai 22 orang untuk dua tempat yang dimiliki. Dari mulai buka pukul 6 pagi hingga 5 sore, Karsini mengaku, rumah makannya bisa dikunjungi minimal 400 orang. “Keuntungan per hari bisa satu sampai dua juta rupiah,” ujar Karsini yang mengeluarkan modal minimal dua juta rupiah untuk kulakan bahan.

Sekalipun saat ini kompetitor rumah makan sejenis mulai marak, Karsini tetap percaya diri usahanya punya rezekinya sendiri. Dia tidak khawatir menghadapi gempuran persaingan.
“Saya orangnya fair. Saya punya prinsip begini; kepintaran dan ilmu itu bisa ditiru (dipelajari –red). Tapi rezeki itu datangnya dari Allah. Walaupun banyak pesaing di sekitar saya, monggolah. Yang penting saya harus bekerja dengan baik,” pungkas Karsini optimis. (LiputanOne)

[Santai] 21 Alasan Harus Merokok

Barangkali kita termasuk orang anti dengan rokok. Namun bagi perokok, kita juga menjadi orang paling menyebalkan buat mereka. Iyalah, mereka tidak leluasa merokok gara-gara kita menutup hidung atau terbatuk-batuk karena menjadi perokok pasif. Sejenak kita coba dengarkan berbagai alasan mereka "mewajibkan" merokok berikut:


1. Perokok pasif lebih berbahaya daripada perokok aktif, maka untuk mengurangi resiko tersebut aktiflah merokok.


2. Menghindarkan dari perbuatan jahat karena tidak pernah ditemui orang yang membunuh, mencuri ,dan berkelahi sambil merokok


3. Mengurangi resiko kematian. Dalam berita, tidak pernah ditemui orang yang meninggal dalam posisi merokok.


4. Berbuat amal kebaikan. Kalau ada orang yang mau pinjam korek api paling tidak sudah siap atau tidak mengecewakan orang yang ingin meminjam.


5. Baik untuk basa-basi atau keakraban. Kalau ketemu orang ,misalnya di halte, kita bisa tawarkan rokok. Kalau basa-basinya menawarkan uang kan boros.


6. Memberikan lapangan kerja bagi buruh rokok, dokter, pedagang asongan, pembuat asbak, pabrik kemasan dan perusahaan obat batuk.


7. Bisa untuk alasan untuk tambah gaji karena ada pos untuk rokok dan resiko baju berlubang, kena api rokok.


8. Bisa menambah suasana pedesaan bagi ruangan ber AC dengan asapnya, sehingga seolah-olah berkabut.


9. Menghilangkan bau wangi-wangian ruang bagi yang alergi bau parfum.

10. Kalau mobil mogok karena busi ngadat tidak ada api, maka sudah siap api.


11.Membantu program KB dan mengurangi penyelewengan, karena konon merokok bisa menyebabkan impoten.


12. Melatih kesabaran dan menambah semangat pantang menyerah. Bagi pemula merokok itu tidak mudah; batuk-batuk dan tersedak tapi tetap diteruskan (bagi yg lulus).

13. Untuk indikator kesehatan. Biasanya orang yang sakit pasti dilarang dulu merokok. Jadi yang merokok itu pasti orang sehat.


14. Menambah kenikmatan sore hari saat minum kopi dan makan pisang goreng. Sungguh nikmat. Apalagi ditambah merokok !


15. Tanda kalau hari sudah pagi, kita pasti mendengar ayam merokok. Eh berkokok ding.

16. Anti maling, suara perokok batuk berat di malam hari mujarab untuk mengusir penjahat.

17. Membantu shooting film keji. Rokok digunakan penjahat buat nyundut jagoan yang terikat di kursi. "Hahaha penderitaan itu pedih Jendral..!!! " kata penjahat.


18. Film cowboy pasti lebih gaya kalau merokok sambil naik kuda. Karena jika sambil ngupil cukup susah.


19. Teman boker (ups-BAB) yang setia


20. Sebagai pengganti pelubang kertas saat emergency


21. Membuat awet muda, karena konon orang yang merokok berat belum sampai tua udah mati duluan kena kanker paru-paru. Fakta lain, sekitar 30% orang meninggal dunia karena merokok. Berarti yang 70% meninggal karena tidak merokok. Nah lo.

Perhatian: Tulisan ini hanyak joke semata. Dilarang marah karena akan membuat rambut Anda memutih. Maaf kalau pernah baca.hehe

Berharap “Keajaiban” Jalur Tol

Keresahan melanda hati Muhjarot, 32 tahun. Warga Kebon Agung RT.03/IV Ngesrep, Ngemplak,Boyolali, ini, was-was dengan berita yang santer terdengar di desanya. Rumahnya, yang sekaligus menjadi tempat usaha bengkel sepeda, menjadi jalur proyek jalan tol Semarang-Solo. Akibatnya, penghasilan utama yang dimilikinya akan hilang bila rumahnya ikut tergusur.


Jarot, panggilan akrab Muhjarot, harus menanggung empat anggota keluarga termasuk dirinya. Dia dan bapaknya bekerja mereparasi sepeda onthel pelanggan di teras rumahnya. Istrinya bekerja di sebuah pabrik tidak jauh dari sana. Anak pertamanya, yang masih balita, turut diasuh Jarot sembari mengerjakan servis sepeda.


“Penghasilan saya dari bengkel sepeda ini sangat pas-pasan. Satu bulan bisa memperoleh uang sekitar 300 ribu. Kalau pas lagi ramai mungkin bisa sampai 400 ribu,” ujar Jarot saat ditemui di rumahnya.


Kebutuhan rumah tangga yang besar membuat Jarot tidak lepas dari lilitan hutang. Dia dan sang istri bahu membahu “buka lubang tutup lubang” agar bisa bertahan hidup. Penghasilan istri pun hampir sama dengan Jarot. Jika tidak lembur, biasanya memperoleh 300 ribu. Kalau pabrik sedang banyak lemburan, istri Jarot bisa membawa sekitar 400 ribu.


“Penghasilan dari bengkel sepeda biasanya saya pakai untuk menutup hutang-hutang keluarga. Untuk kebutuhan sehari-hari mengandalkan dari gaji istri,” ungkap lelaki kurus berperawakan tinggi ini.


Berkaca dari situ, Jarot sangat berharap rute tol bisa membelok dan tidak mengenai rumahnya. Dia berharap “keajaiban” yang terjadi pada Pasar Mangu di wilayahnya, juga terjadi padanya.


“Dulunya Pasar Mangu terkena rencana jalur tol. Entah karena sebab apa, tiba-tiba jalurnya membelok sehingga tidak mengenai pasar. Saya berharap tempat saya ini juga demikian,” kata Jarot sembari menghisap rokok filter.


Wajar bila Jarot berharap demikian. Untuk membuka usaha di tempat baru, Jarot merasa memiliki tantangan lebih berat. Dia harus merintis lagi usaha dari awal sekaligus beradaptasi dengan lingkungan.


“Yang bikin tambah berat adalah kehilangan pelanggan. Saya sudah lama membuka bengkel sepeda di Ngesrep. Pelanggan saya juga banyak. Kalau saya pindah, mereka bisa tidak menjadi pelanggan lagi,” ujar Jarot cemas. ”Belum tentu di tempat baru nanti keahlian saya laku bagi warga sekitar,” Jarot menambahkan.


Jarot menilai, pembangunan jalan tol ini penuh ketidakadilan. Jalan yang diklaim bebas hambatan ini, menurutnya, akan dinikmati oleh orang mampu yang memiliki kendaraan roda empat saja. Orang kecil seperti dia, tidak bisa berharap banyak bisa memanfaatkan jalan tol. Apalagi untuk masuk tol pun harus membayar.


“Jika masyarakat sekitar jalan tol tidak memperkuat perekonomiannya, maka aktivitas ekonomi mereka bisa mati. Tol yang melewati Ngesrep ini rencananya dibuat jalan layang. Tentu saja tidak ada interaksi ekonomi antara pengguna tol dengan warga sekitar. Maka jika tidak diantisipasi, perekonomian warga bisa mati,” Jarot menjelaskan.


Namun Jarot bersiap diri bila memang harus menemui pilihan terburuk untuk pindah. Dia mensyaratkan agar nilai ganti rugi sesuai dengan nilai tanah dan bangunan yang dimilikinya, syukur-syukur lebih. Tanah Jarot seluas 156 meter persegi. Dia berharap per meter minimal dihargai Rp 500 ribu.


“Transaksi jual beli tanah yang terakhir pernah terjadi di sini, per meter sudah mencapai 500 ribu. Kalau bisa tempat saya dihargai dua kali lipatnya. Karena saya pernah dari korban tol juga, jika dia mendapat ganti rugi dua kali lipat dari nilai pasar,” pungkas Jarot penuh harap.

Wisata Pemerahan Susu Sapi Desa Cepogo: Menunggu Keseriusan Pemkab Boyolali


-->


Barangkali Anda salah satu penikmat gurihnya susu sapi segar. Hangatnya susu sapi, setelah dipasteurisasi, cukup nikmat dikonsumsi pada pagi atau malam hari. Bila ditambah sirup atau es batu, kesegaran susu pun terasa mak nyes di badan.

Pernahkah berpikir bagaimana sebotol susu segar sampai di tangan Anda? Mungkin Anda bisa menemukan jawabannya dengan berjalan-jalan ke Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Boyolali. Di desa ini Anda dapat berinteraksi dengan peternak sapi perah untuk melihat proses pemerahan susu. Tidak hanya itu, Anda pun dapat mencoba belajar memerah dengan bimbingan para peternak.

Desa Cepogo berada 13 kilometer ke arah barat dari kota Boyolali. Ketinggiannya 800 meter di atas permukaan laut sehingga memiliki topografi dataran tinggi, dengan curah hujan 9000 mm per tahun. Oleh karena itu, kondisi ini menyebabkan Desa Cepogo cocok untuk peternakan sapi perah. Di Boyolali sendiri, sapi subtropis ini bisa hidup di wilayah berhawa dingin lainnya seperti Kecamatan Selo, Ampel, Musuk, Boyolali, dan Mojosongo.

Batas wilayah Desa Cepogo diapit oleh Desa Kembang Kuning di sebelah utara, Desa Mliwis di sebelah selatan, Desa Genting di sebelah barat, dan Desa Cabean Kunti di sebelah Timur. Desa yang dihuni lebih dari 1.600 KK ini, memiliki luas 350,35 hektar.

Akses menuju lokasi sudah berupa jalan beraspal. Hanya sedikit jalan aspal yang rusak. Kebanyakan jalan yang dilewati masih layak pakai. Kendaraan yang Anda gunakan sebaiknya dalam kondisi prima. Jalanan yang akan ditapaki cenderung menanjak. Konsentrasi tidak boleh menurun karena banyak jalan berkelok dan tidak terlalu lebar. Namun Anda akan dimanjakan indahnya pemandangan gunung Merapi di sepanjang perjalanan.

Masyarakat Desa Cepogo sangat ramah kepada pendatang. Sepanjang melintas jalanan di desa ini, ramah sapa senantiasa ditunjukkan warga dengan berucap, “Monggo, mas.” Tidak jarang pula warga mengajak mampir untuk sekedar minum teh di rumahnya. Sungguh, Anda bisa merasakan hubungan kekerabatan yang kuat di sana.

Di desa ini, Anda bisa mampir di Dusun Kupo dan Banaran. Pada kedua dusun ini banyak warga yang memelihara sapi perah. “Produksi susu sapi di Desa Cepogo banyak ditemui di Kupo dan Banaran,” ujar Abdul Choir, Kepala Desa Cepogo.

Pemerahan susu sapi dilakukan peternak pada pagi dan sore hari. Bila tidak ingin ketinggalan momen tersebut, Anda bisa datang sebelum pemerahan dimulai. Anda diperbolehkan melihat prosesnya di kandang dan melakukan pemerahan sendiri bila menghendaki.

Supriati, peternak sapi perah di Dusun Kupo, mengaku senang bila rumahnya didatangi wisatawan. “Masih sangat jarang ada wisatawan ke sini. Dulu pernah ada tamu rombongan yang ikut melihat langsung proses pemerahan. Hanya sekali itu saja tempat saya dikunjungi. Saya yakin bila banyak wisatawan datang, akan mampu mengangkat perekonomian warga,” ujar wanita 38 tahun ini optimis. “Ada 9 peternak sapi perah yang ada di sini,” lanjut Supriati.

Potensi wisata baru di Desa Cepogo ini ternyata belum tergarap maksimal. Dusun Tumang, bagian dari Desa Cepogo, lebih dahulu terangkat dengan kerajinan tembaganya. Sedangkan potensi agrowisata pemerahan susu sapi belum terlalu disosialisasikan.

“Saat ini yang cukup dikenal hanya Tumang yang menjadi pusat kerajinan tembaga. Belum ada instruksi dari pemkab dalam pengembangan wisata untuk sapi perah Saya menyambut baik bila Pemkab Boyolali juga turun tangan untuk mau mengangkat potensi wisata tersebut di desa ini, agar mampu mengangkat ekonomi warga,” ujar Abdul Choir.

Melihat penyediaan fasilitas wisata di Desa Cepogo, memang masih minim. Keberadaan homestay sulit ditemui di sini. Untuk mencari penginapan, wisatawan harus ke Selo yang jaraknya kurang lebih enam kilometer dari Desa Cepogo. Harga sewa kamar di sana berkisar antara 25 ribu hingga 100-an ribu rupiah.

“Kendala saat ini salah satunya adalah penginapan. Belum banyak warga yang bersedia menjadikan rumahnya sebagai penginapan. Namun bisa jadi kalau banyak wisatawan datang ke sini, warga akan tertarik membuatnya,” ujar Jamari, ketua RT 03/RW 03 Dusun Kupo, Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Boyolali.

Kendala lain adalah keadaan kandang sapi yang terlihat kotor. Jumari khawatir bila wisatawan yang datang tidak terbiasa menghadapi hal-hal yang dianggap kotor, dia bisa merasa jijik. “Namun yang ini bisa disiasati dengan meminimalkan keberadaan barang-barang yang dianggap jijik dari dalam kandang,” kata Jumari.

Kotor memang sebuah anggapan. Namun dengan melihat dan mempraktikkan langsung pemerahan sapi, justru wawasan Anda akan bertambah dari sini.

Setelah menikmati proses pemerahan, Anda pun bisa membeli susu segar langsung dari peternak. Seekor sapi perah mampu memproduksi susu 10 hingga 15 liter per hari. Dari empat sapi perah produktif yang dimiliki Supriyati, misalnya, bisa dihasilkan susu segar sebanyak 50 hingga 55 liter sehari. Harga eceran susu tertinggi per liter sekitar Rp 2.800. Cukup murah bukan.

Hanya saja harga ini sebenarnya masih cukup memberatkan peternak. “Harga pakan ternak kualitas bagus, per kilo sudah Rp 2.500. Bila dibandingkan dengan nilai jual susu per liter, maka tidak terlalu sebanding marginnya. Maka dari itu, saat ini lebih banyak peternak yang beralih dari sapi perah ke sapi potong,” ungkap Jumari.

“Dalam sebulan saya bisa mendapatkan omset 1,5 juta. Tapi kalau pas deras-derasnya susu sapi pasca melahirkan, saya bisa dapat 2,5 juta. itu belum dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan,” keluh Supriyati.

Penggarapan peternakan sapi perah untuk tujuan agrowisata ini memang masih terkesan berjalan sendiri-sendiri. Di antara peternak sapi perah Desa Cepogo, belum terbentuk semacam kelompok sadar wisata yang berperan dalam peningkatan nilai desa dari sektor pariwisata. Bila ada wisatawan datang dan ingin berinteraksi dengan peternak, mereka bisa memilih sendiri salah satu peternak yang ada. “Semua peternak masih terfokus pada besaran peningkatan produksi susu dan penjualan,” kata Jumari.

Sebenarnya penggarapan potensi wisata pemerahan susu sapi ini siap diawali warga. “Penggarapan ini tidak lepas dari peran serta pemkab untuk serius memberikan fasilitas memadai sebagai tujuan wisata, termasuk dari sisi promosi Permodalan pun juga harus dibantu, misalnya, persoalan seputar pengadaan bibit dan pembudidayaan sapi perah. Saya yakin warga Desa Cepogo siap mewujudkan potensi ini,” pesan Abdul Choir.


Memanfaatkan Keunggulan Lokasi

Gejolak ekonomi akhir-akhir ini memaksa sebagian besar masyarakat Indonesia harus pintar memilih dan memilah kebutuhan hidup. Atau dengan kata lain tahu mana yang prioritas, mana yang bisa ditunda. Alhasil, beberapa kegemaran pun terpaksa dihentikan dulu. Misal hobi memelihara ikan hias. Maklum, ikan hias bisa dibilang kebutuhan tersier, yang tidak harus dipenuhi.


Praktis, turunnya minat memelihara ikan hias turut mempengaruhi pasaran ikan hias. Tak jarang ada pengusaha yang harus banting stir ke usaha lain setelah ikan hias tak lagi menjanjikan. Bagi yang ingin bertahan, strategi dan kiat-kiat jitu diperlukan agar tak merugi, apalagi gulung tikar.


Hanya saja, pendapat umum pasaran ikan hias sedang suram dibantah Wahono, Manager Pro Shop “She Look Red.” Menurutnya, Solo masih berpotensi untuk pasaran ikan hias mengingat banyak kolektor yang memiliki daya beli bagus. Dia melihat sudah mulai banyak kolektor yang mencoba membeli ikan arwana sebagai koleksinya

.

Kebanyakan mereka meyakini arwana bisa mendatangkan rezeki dan menolak bala. Jadi kalau ada keluarga yang kena musibah, yang mati adalah arwananya. “Jadi keluarga terbebas dari ancaman musibah jika memelihara arwana. Begitu kepercayaan yang ada tentang arwana,” jelas Wahono tentang alasan sebagian besar pembelinya memilih arwana.


Wahono menjual berbagai ukuran arwana, dari 15-17 cm yang dihargai Rp 5 juta hingga yang 20-25 cm yang dibanderol Rp 6,5 juta. “Ada juga ukuran yang lebih besar, harganya sekitar Rp 15 juta-Rp 20 juta,” katanya yang hanya menjual jenis super red. Dalam sebulan, tokonya rata-rata mampu menjual 10 ekor arwana ukuran kecil. Seluruh arwana kiriman dari Jakarta dengan pembibitan di Pontianak.


Meski menganggap pasaran arwana relatif stabil, dia tetap menerapkan jurus khusus untuk bersaing dengan toko sejenis. “Kami mengkhususkan menjual arwana super red. Setiap arwana super red di tempat kami dipasangi semacam identitas khusus yang ditanam di dalam tubuh ikan agar ikan mudah dikenali seumpama hilang atau dicuri,” ujarnya. Media promosi pun juga dilirik. Untuk lokal, Wahono menggunakan brosur dan iklan di media setempat. Namun, “Kami juga dibantu pemasok dari Jakarta untuk iklan skala nasional,” tuturnya. Dia sendiri menyebut promosi arwana malah lebih gencar di Malaysia dan Singapura. “Padahal arwana asli Indonesia,” tambahnya.


Strategi lain penjual ikan hias adalah dengan bersama-sama membentuk kelompok penjualan sesama ikan hias yang berdekatan. Seperti yang terlihat di Pasar Gedhe Solo. Ada los khusus sebagai sentra pembelian ikan hias. Sehingga pembeli pun tak perlu repot untuk mencari barang yang sesuai keinginan dan kantong. “Memang kalau bareng-bareng kayak gini keuntungannya sudah dikenal sebagai sentra ikan hias. Meski juga harus bersaing dengan toko lainnya,” jelas Asih, salah satu penjual ikan hias di Pasar Gedhe.


Dia mengatakan dari berbagai jenis ikan yang dijual; arwana, koi, dan ikan kecil-kecil, yang paling laku arwana. “Saya menjual arwana silver Brasil Rp 150 ribu. Kalau yang kecil-kecil antara Rp 5.000 hingga Rp 35 ribu,” tuturnya. Asih juga merasa tidak memerlukan media promosi apapun. Biar bagaimanapun, menurutnya, sudah banyak yang tahu jika sentra ikan hias di Solo ada di Pasar Gedhe.


Ria, karyawan Solo Akuarium yang berlokasi di lantai 2 sentra ikan hias Pasar Gedhe menuturkan untuk menarik pembeli, dia mengunggulkan proses karantina yang dijalani ikan hias di tokonya sebelum dilepas ke pasaran. “Sehingga ikan yang dijual benar-benar dalam keadaan sehat. Di sini jarang ada ikan yang mati. Paling cuma beberapa saja,” klaimnya.


Dia menjual berbagai jenis ikan air tawar dan air laut yang semuanya untuk ditempatkan di akuarium. Untuk yang paling laku, ikan arwana dan koi masih terdepan. Arwana silver Brasil yang kecil sekitar Rp 100 ribuan. “Kalau super red untuk yang kecil saja bisa jutaan rupiah. Kalau ikan koi harganya bervariasi mulai dari Rp 10 ribu, Rp 20 ribu, bahkan 35 ribu. Tergantung besar kecilnya juga,” terangnya.


Dalam sehari, Solo Akuarium mampu menjual tujuh ekor arwana kategori biasa. Untuk super red, Ria tidak bisa memastikan. “Yang jelas keberadaan Pasar Gedhe memberi keuntungan tersendiri. Sekalipun mungkin banyak penjual di luar sana, tidak terlalu mempengaruji penjualan di tempat kami. Barangkali konsumen tahu kalau Pasar Gedhe jadi tempat rujukan, jadi banyak dari mereka yang memilih ke sini,” katanya.