Lazada Indonesia

Penjual Minyak Tanah Keliling


Minyak tanah yang semakin langka, menginspirasi sebagian orang mendistribusikannya dari rumah ke rumah. Pasca konverasi ke gas, minyak tanah sulit ditemui di Solo. Antrean pembeli sering terjadi di berbagai pangkalan minyak tanah.

High End Butuh Dana 2M

Hitung-hitungan bisnis tempat futsal memang tidak murah. Perlu dana minimal 1M untuk membuat sarana dan prasarana yang terbilang kelas medium. Seperti yang diungkapkan Steven Indrawan, B. Eng, dirinya menghabiskan hampir 2M untuk membuka usahanya. Tidak tanggung, dia memilih kelas high end dalam mendirikan Coppa Futsal miliknya.

“Di Coppa kami memiliki tiga lapangan yang masing-masing menggunakan rumput sintesis dari Italia. Masing-masing lapangan menggunakan lampu halogen berkekuatan 1500 hingga 2000 watt,” ujarnya. “Pemakaian lampu ini yang merupakan salah satu poin biaya besar dalam operasional kami,” imbuhnya

Dana 2 M tersebut masih berupa bangunan dan peralatan pendukung di dalamnya. Untuk tanah, Steven memakai milik keluarga yang tidak dipakai. Lokasi Coppa Futsal berada di jalan Slamet Riyadi 153 Solo yang masih terhitung jantung kota.

“Satu meter persegi tanah di sini, harga pasarnya sudah 15 juta,” ungkap Steven.

Nilai impas atau Break Even Poin (BEP) bisnis ini sebenarnya tidak terlalu lama. Bila animo masyarakat di sekitar tempat usaha cukup tinggi, BEP bisa diraih dalam kurun tiga tahun.

“Pasar di Solo tidak seramai di Jakarta. Di Jakarta, dengar-dengar, bisa BEP paling lama dua tahun,” kata Steven. “Coppa sendiri sepertinya BEP-nya agak mundur dari yang saya perkirakan dalam kurun tiga tahun,” tambahnya.



Tarif Sewa Lapangan Futsal Beragam

Bisnis sewa tempat futsal, bukan barang baru lagi. Keberadaannya sudah menjamur. Animo masyarakat terhadap sepakbola mini ini makin kentara. Berbagai lapisan bisa menjangkau.

Futsal sebenarnya sudah dikenalkan sejak 1999 silam. Hanya saja mulai marak di Indonesia pada 2003 lalu. Apalagi dengan sulitnya mencari tempat lapang untuk main sepakbola sekarang ini, menyewa tempat futsal menjadi alternatifnya.

“Tahun lalu (2008 –red) di Solo belum begitu terdengar tentang futsal. Sepakbola tahunya ya seperti pada umumnya, main di lapangan besar,” ujar Steven Indrawan, B. Eng, pemilik dan manajer Coppa Futsal, Solo.

Futsal seperti halnya sepakbola umumnya. Hanya saja memiliki lapangan lebih sempit. Menurut standar internasional, ukuran lapangan futsal adalah 27 x 17,5 m. Bola yang dipakai memiliki diameter lebih kecil dan memiliki volume lebih berat. Sepatu pun sedikit beda, yaitu tanpa pull di telapak kaki.

“Saya sarankan selalu menggunakan sepatu untuk perlindungan kaki. Ini sebagai antisipasi jika ada kecelakaan kecil saat bermain,” ujar Steven.

Bermain futsal cukup 2 x 15 menit. Setiap team memiliki lima pemain dan dipimpin seorang wasit. Aturan main sama seperti bermain sepakbola biasa. Hanya saja ada sedikit modifikasi pada beberapa hal, misalnya bola keluar lapangan, bola tidak dilempar melainkan ditendang.

“Kalau untuk permainan yang di dalamnya saling kenal, biasanya jumlah pemain tergantung kesepakatan mereka sendiri,” kata Steven yang menginvestasikan hampir 2M untuk usahanya.

Mencari lapangan futsal pun sekarang bisa menyesuaikan selera. Fasilitas yang diberikan tiap tempat futsal berbeda. Ada yang berbahan cor semen sebagai alas lapangan dan ada pula yang menggunakan rumput sintesis. Dalam rumput sistesis, lapisan terbawah adalah pasir. Di tengah ditaruh karet dan paling atas baru diberi rumput sintesis, agar tidak sakit sewaktu jatuh.

“Coppa sendiri menggunakan rumput sintesis. Kami mendatangkan rumput ini dari Italia. Bahannya seperti yang dipakai oleh stadion milik AC Milan,” jelas Steven.
Perbedaan bahan lapangan ini yang menyebabkan perbedaan tarif sewa per jamnya.

Lapangan dengan bahan cor semen, di Solo, bisa dikenakan tarif 50 hingga 70 ribu. Sedangkan bila menggunakan rumput sintesis, per jam bertarif 75 hingga 150 ribu. Itu pun biasanya team membaginya berdasarkan jumlah pemain yang datang. Jatuhnya pasti lebih murah untuk tiap pemain. Jadi tinggal menyesuaikan saja dengan isi kantong.

Sebulan Sudah Dapat Untung

Baru sebulan berjalan, Meiga bisa meraih omset minimal 600 ribu dengan keuntungan 125 ribu. Gadis yang bernama lengkap Meiga Erienda Suseno ini mempunyai usaha jual beli flash disk, jasa download aplikasi hape, rental komputer, hingga jasa translit bahasa.

Awalnya saya memulai usaha dengan berjualan flashdisk. Saya liat di pameran, untuk flashdisk merk Van Disk ukuran 2 GB, harganya 75 ribu. Akhirnya saya punya inisiatif untuk kulakan dan menjual ke teman-teman seharga 80 ribu. Keuntungan saya lima ribu per buah,” ujar Meiga yang mengenakan jilbab. “Sampai sekarang masih ada yang memesan 35 buah dari teman-teman saya,” tambahnya saat ditemui LiputanOne.

Meiga merupakan salah seorang siswa SMK 6 Solo, penerima bantuan modal usaha bergilir selama satu tahun dari sekolahnya. Dia menjadi peserta program pilot project calon enterpreneur di lingkungan SMK 6. Program ini bertujuan menciptakan enterpreneur yang diawali sejak usia dini.

Ada 20 siswa yang berkesempatan mengikuti program. Mereka adalah siswa kelas satu dan dua. Ada dari mereka yang sudah memulai usaha sejak Januari 2009 lalu da ada pula yang satu hingga dua bulan sesudahnya.

Diana lain lagi kisahnya. Siswa ini menggunakan modal dari sekolah untuk membuka konter hape di rumah. Selain itu juga untuk menambah permodalan konter hape keluarganya yang sudah berdiri di sebuah supermarket.

Selain menjual pulsa di konter, Diana memasarkan pula kartu perdana, menyediakan jasa download lagu, dan jual beli hape. Konsumennya hampir sama dengan Meiga. Sebagian besar adalah teman-teman mereka sendiri di sekolah.

“Di rumah masih jauh dari konter hape dan pulsa. Dari penjualan pulsa di rumah saja, dalam satu bulan ini keuntungan yang bisa saya peroleh sekitar 300 ribu,” ujar pemilik nama Diana Wahyu Setyaningsih ini.

Keseriusan kedua siswa ini berwirausaha tentu beralasan. Diana mempunyai cita-cita menjadi enterpreneur yang sukses.

“Minimal saya bisa mengembalikan modal dari sekolah dan mampu melipatgandakan modal yang sudah saya punya sekarang ini. Tentu saja saya juga ingin memperoleh keuntungan yang lebih besar lagi,” kata Diana.

Kalau Meiga, awalnya berkeinginan menjadi wanita karir. Namun sejak mengenal dunia usaha, dia tertarik untuk terus mengembangkannya.

“Kalau dunia enterpreneur lebih menjanjikan, kanapa tidak?” ujarnya optimis.

Berbisnis di Usia Dini

Jalan menanamkan mental enterpreneurship bisa dimulai sejak dini. Seperti yang dilakukan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 6 Solo, kurikulum kewirausahaan diberikan kala siswa berada di kelas satu dan dua.

Bukan hanya teori, para siswa wajib menjalani aktivitas bisnis. Pihak sekolah bekerja sama dengan pengelola minimarket Smart, membuat sebuah toko yang sekaligus menjadi bisnis center dan laboratorium siswa.

“Siswa bisa kulakan di Smart dengan nilai pengambilan barang minimal 100 ribu tanpa modal. Jika dihitung dalam satu semester, diharapkan seorang siswa mampu meraih omset penjualan minimal 600 ribu,” ujar Drs. Yamto Mulyono, M.Pd, Wakasek Bidang Kurikulum SMK 6 Surakarta.

Kurikulum kewirausahaan ini berlangsung sejak awal 2008 bersamaan dengan munculnya bisnis center. Aktivitas bisnis para siswa selalu dimonitoring dan dibimbing wali kelasnya masing-masing. Tiap semester akan dievaluasi kinerja bisnisnya dan dilakukan penilaian yang didasarkan pada pengetahuan, ketrampilan, dan sikap.
Sebesar 3% dari omset yang didapatkan, akan diberikan kembali kepada siswa. Jadi selain bisa mendapatkan nilai edukatif, siswa juga memperoleh manfaat bisnis,” jelas Yamto.

Untuk menciptakan enterpreneur handal, awal 2009, SMK 6 membuat pilot project dengan menggandeng 20 siswa untuk membuat bisnis sendiri. Para siswa diberikan keluasan berbisnis sesuai dengan dengan minat mereka sendiri. Uang tunai 20 juta disiapkan sebagai modal bergulir yang masing-masing siswa mendapat satu juta rupiah. Dalam jangka satu tahun, siswa wajib mengembalikan seluruh modal yang dipinjamkan sekolah untuk dipergunakan kembali oleh para adik kelas mereka. Keuntungan dari bisnis ini sepenuhnya menjadi milik siswa.

“Mereka membuat proposal usaha dan bebas melakukan usaha apa saja sesuai dengan kemampuannya. Kami tidak membatasi jenis usaha yang harus dibuat. Usaha mereka juga tidak terikat dengan program Smart yang sudah ada sebelumnya,” kata Drs. Arif Suhardi, Koordinator Unit Produksi dan Bisnis Center SMK 6 Surakarta.

Sama seperti program sebelumnya, aktivitas bisnis ke-20 siswa dimonitor oleh pembimbing. Mereka juga akan diberikan motivasi dan arahan, agar bisa fokus dan berkembang. Setiap bulan, siswa membuat laporan perkembangan usahanya.

“Siswa dibekali dengan ilmu pembukuan, yang termasuk di dalamnya teknik membuat laporan,” ujar Arif.

Pencarian 20 siswa melalui proses seleksi yang ketat. Tidak sembarang siswa dipilih. Hanya siswa yang memiliki kompetensi baik dan bermental enterpreneur yang terpilih mengikuti pilot project ini.

“Program ini adalah proyek pemerintah melalui provinsi. Tujuannya untuk menumbuhkan semangat entrepreneur kepada siswa sejak dini,” jelas Arif.