Lazada Indonesia

Promosi Bimbel Cukup Rp 20 Ribu Saja

Menularkan ilmu, selain berpotensi sebagai amalan jariyah, juga bisa dijadikan jalan memperoleh pendapatan. Muhammad Yunianto, misalnya, melihat banyak siswa sekolah di daerahnya membutuhkan tempat belajar tambahan, maka diberanikannya membuat lembaga bimbingan belajar.

Di kediamannya, lembaga bimbingan belajar terdekat ditempuh dengan jarak kurang lebih 10 kilometer. Tepatnya, siswa harus menuju ke daerah Gemolong, Sragen. Sementara di daearah Ketitang, Nogosari, Boyolali –yang menjadi lokasi tempat tinggal Yunianto—belum ada sama sekali lembaga sejenis. “Yang lumayan ramai adalah les privat. Jadi guru yang mengajar les belum punya wadah tersendiri. Dari situlah, saya melihat ada peluang untuk membuka lembaga bimbingan belajar,” kata Yuni, panggilan Muhammad Yunianto.

Keberaniannya membuka usaha ini tidak lepas dari dasar pendidikannya yang seorang alumni jurusan MIPA Kimia dari Universitas Sebelas Maret, Solo, angkatan 2007. Istrinya juga lulusan FKIP Fisika. Jadi, mereka merasa ada panggilan hati untuk meneruskan ilmunya kepada para siswa yang membutuhkan.

Awal 2007, lembaga bimbingan belajar yang diberi nama Ulinnuha pun berdiri. Yuni memanfaatkan ruang tamu di rumahnya sebagai tempat belajar. Untungnya, kursi dan meja untuk belajar sudah ada. Sehingga, bisa lebih menghemat pengeluaran.


Baca juga: 3 Cara Promosi Bimbingan Belajar Privat agar Cepat Dipercaya Konsumen

Yuni memang sengaja menaruh lembaganya satu atap dengan kediamannya. Baginya, lokasi itu cukup strategis. Alasannya, tidak terlalu jauh dari jalan besar utama. Suasana pun tidak terlalu bising dan bisa mendukung proses kegiatan belajar mengajar. Selain itu, rumah Yuni juga tidak terlalu jauh dengan kompleks sekolah yang tersebar di sana.

Untuk promosi, Yuni hanya perlu uang sekitar Rp 20 ribu. Percayakah Anda? “Saya gunakan Rp 10 ribu untuk mencetak surat diskon les yang dikirim ke sekolah-sekolah. Sisanya, untuk keperluan transportasi,” tutur Yuni.

Memang, untuk promosi awal, Yuni tidak “heboh” dengan mencetak brosur yang disebar di pinggir jalan. “Cara itu sangat tidak efektif,” katanya. Namun, dia menyurati sekitar 10 sekolah yang ada di sekitarnya untuk diberikan surat. Surat itu berisi diskon biaya pendidikan jika ikut program bimbingan belajar di tempatnya. Dan, tiap sekolah diberi lima surat diskon yang diperuntukkan bagi siswa dengan ranking 1-5 di kelasnya.

Dan, cara ini pun sangat jitu. Beberapa orang tua siswa yang anaknya pandai, menanggapi positif surat diskon tersebut. Dimasukkannya sang anak, untuk belajar di tempat Yuni. Melihat anak-anak yang pandai mengikuti bimbingan belajar, ternyata, membuat iri teman mereka lainnya. Maka, siswa lain pun terpacu untuk ikut les di tempat yang sama. Akhirnya, di tahun 2007, Yuni mendapatkan siswa 21 orang. Rinciannya, 6 orang ikut program privat, sisanya program reguler.

Ada tiga program yang dibuka Yuni, yaitu privat, reguler, dan bimbingan belajar eksternal. Biaya pendaftaran gratis Untuk privat, kegiatan belajar dilakukan selama 1,5 jam tiap pertemuan dengan jumlah siswa maksimal lima orang. Biaya program antara Rp 8 ribu – Rp 15 ribu per siswa, per pertemuan. Pengenaan harga tergantung jumlah siswa yang ikut. Semakin mendekati lima siswa, tarif per siswa semakin murah.

Program reguler dilaksanakan selama satu jam. Seminggu diadakan tiga kali. Biayanya dipungut sekali di awal pendaftaran. Biaya program yang dilakukan selama satu semester ini senilai Rp 350 ribu per siswa. Siswa akan mendapatkan jaket, modul, dan fasilitas lainnya. Satu kelas maksimal 20 siswa.

Sedangkan, program belajar eksternal ditawarkan kepada sekolah yang ingin para siswanya diikutkan pelajaran tambahan. Jadi, penanggung jawab siswa adalah sekolahnya. Biayanya, per jam hanya 25 ribu per pertemuan. Tidak ada batasan jumlah siswa yang ikut. “Hanya saja tahun ini tidak bisa terselenggara karena masih minimnya jumlah SDM yang ada,” kata Yuni.

Modal yang dipakai Yuni sekitar Rp 4 juta. Modal itu dipakainya untuk membuat jaket sebesar Rp 2 juta, pengadaan modul sebesar Rp 1 juta, dan sisanya sebagai biaya operasional. Pengajarnya sampai saat ini 8 orang yang semuanya lulusan S1. Tiap pengajar tidak diperbolehkan mengajar mata pelajaran yangtidak sesuai kapasitasnya. Ini untuk menyiasati agar konsumen merasa puas.

Para pengajar dibayar sesuai dengan program yang ditanganinya. Untuk program privat, honor pengajar antara Rp 12.500 – Rp 15 ribu tiap pertemuan. Untuk program reguler, honor pengajar antara Rp 17.500 – Rp 20 ribu.

Yuni membidik siswa mulai SD sampai SMA. Untuk program reguler, diperuntukkan bagi siswa SD dan SMP. Untuk privat, dikhusukan bagi siswa SMA. Hanya saja, untuk program reguler, masih didominasi siswa SD. “Kelihatannya, pihak sekolah di sekitar tempat saya masih trauma dengan adanya lembaga bimbingan belajar yang hanya sekedar mencari uang semata. Mereka (bimbingan belajar –red) menyelenggarakan try out, tetapi bobot soalnya hanya itu-itu saja,” ujar lelaki kelahiran 25 Juni 1983 ini.

Yuni mengaku, untuk bisa impas dalam program reguler, diperlukan siswa sebanyak 10 orang. Dengan 10 siswa, seluruh biaya operasional sepanjang satu semester bisa tercukupi. Lebihnya dari 10 siswa yang ikut program reguler, maka biaya yang dibayar siswa menjadi keuntungannya.

Maka, Yuni pun menjanjikan siswa dengan cashback guarantee bila mereka ada yang tidak lulus atau tidak naik kelas. Jika ada satu atau dua siswa tidak naik kelas, itu bukan permasalahan baginya untuk mengembalikan dana pendidikan. Toh, sudah melewati titik impas. “Tidak ada orang tua yang ingin anaknya naik kelas. Kami juga punya komitmen untuk itu. Dengan adanya garansi ini akan jadi lebih membuat percaya konsumen kami,” katanya.

Prospek lembaga bimbingan belajar masih cukup bagus. Perhatian orang tua untuk memberikan pendidikan terbaik buat anaknya, adalah alasan peluang dalam bisnis ini. Yang terpenting, utamakan aspek kepuasan pelanggan.

Yuni pernah mengalami titik kritis. Titik ini adalah kondisi ketika usaha mendapatkan permintaan yang besar, namun kemampuan terbatas. “Kami harus mengkomposisi gaji karyawan dan kemungkinan merekrut karyawan baru, untuk tetap bisa memberikan kepuasan pelanggan,” ujar lelaki yang hobi baca ini. “Jika titik kritis ini terlewati, manajemen harus tetap konsisten mempertahankan kepuasan konsumen agar tidak jatuh,” tambahnya.

Tidak ada kendala yang berarti bagi Yuni saat ini. Hanya saja, dia memang harus menyesuaikan perubahan manajerial dari yang sederhana ke manajemen yang lebih kompleks. Wajar saja, pertumbuhan usahanya ini cukup bagus. Pada 2009 ini, lembaganya menangani 22 siswa untuk program reguler dan sekitar 12 siswa untuk privat. Dan, untuk pemesan tempat di semester selanjutnya (2010), sudah mencapai lima siswa. Jumlah ini masih diperkirakan akan naik. Itu pun, Yuni belum melakukan promosi apapun.

Bagi Anda yang ingin terjun di bisnis ini, Yuni berpesan, gunakan cara berpromosi yang berbeda dengan yang sudah ada. “Dan, jangan mencampuradukkan keuangan pribadi dengan keuangan yang dipakai untuk bisnis,” pungkasnya

Sebulan Sudah Dapat Untung

Baru sebulan berjalan, Meiga bisa meraih omset minimal 600 ribu dengan keuntungan 125 ribu. Gadis yang bernama lengkap Meiga Erienda Suseno ini mempunyai usaha jual beli flash disk, jasa download aplikasi hape, rental komputer, hingga jasa translit bahasa.

Awalnya saya memulai usaha dengan berjualan flashdisk. Saya liat di pameran, untuk flashdisk merk Van Disk ukuran 2 GB, harganya 75 ribu. Akhirnya saya punya inisiatif untuk kulakan dan menjual ke teman-teman seharga 80 ribu. Keuntungan saya lima ribu per buah,” ujar Meiga yang mengenakan jilbab. “Sampai sekarang masih ada yang memesan 35 buah dari teman-teman saya,” tambahnya saat ditemui LiputanOne.

Meiga merupakan salah seorang siswa SMK 6 Solo, penerima bantuan modal usaha bergilir selama satu tahun dari sekolahnya. Dia menjadi peserta program pilot project calon enterpreneur di lingkungan SMK 6. Program ini bertujuan menciptakan enterpreneur yang diawali sejak usia dini.

Ada 20 siswa yang berkesempatan mengikuti program. Mereka adalah siswa kelas satu dan dua. Ada dari mereka yang sudah memulai usaha sejak Januari 2009 lalu da ada pula yang satu hingga dua bulan sesudahnya.

Diana lain lagi kisahnya. Siswa ini menggunakan modal dari sekolah untuk membuka konter hape di rumah. Selain itu juga untuk menambah permodalan konter hape keluarganya yang sudah berdiri di sebuah supermarket.

Selain menjual pulsa di konter, Diana memasarkan pula kartu perdana, menyediakan jasa download lagu, dan jual beli hape. Konsumennya hampir sama dengan Meiga. Sebagian besar adalah teman-teman mereka sendiri di sekolah.

“Di rumah masih jauh dari konter hape dan pulsa. Dari penjualan pulsa di rumah saja, dalam satu bulan ini keuntungan yang bisa saya peroleh sekitar 300 ribu,” ujar pemilik nama Diana Wahyu Setyaningsih ini.

Keseriusan kedua siswa ini berwirausaha tentu beralasan. Diana mempunyai cita-cita menjadi enterpreneur yang sukses.

“Minimal saya bisa mengembalikan modal dari sekolah dan mampu melipatgandakan modal yang sudah saya punya sekarang ini. Tentu saja saya juga ingin memperoleh keuntungan yang lebih besar lagi,” kata Diana.

Kalau Meiga, awalnya berkeinginan menjadi wanita karir. Namun sejak mengenal dunia usaha, dia tertarik untuk terus mengembangkannya.

“Kalau dunia enterpreneur lebih menjanjikan, kanapa tidak?” ujarnya optimis.