Bisnis studio foto digital makin marak. Di Surabaya, hampir setiap ruko ada studio. Peluang Solo masih terbuka lebar.
Dokumentasi foto saat ini menjadi begitu penting. Bayangkan bila sebuah pernikahan tanpa ada foto dokumentasi. Momen yang barangkali hanya terjadi sekali dalam hidup tersebut tidak bisa dikenang secara detail
Alasan ini menjadi salah satu inspirasi bagi M. Yoserizal, pemilik sekaligus fotografer Yosh Digital Photography, untuk mendirikan studio foto digital pada 2004 lalu. Dia mencoba mengambil pangsa wedding untuk bisnis studionya.
“Saya mengawali bisnis dengan fotografi wedding yang saya kembangkan ke pelayanan lain. Banyak orang yang menikah ingin momennya diabadikan,” ujar Yosh, panggilan akrab M. Yoserizal.
Yosh mengaku terjun di pangsa wedding tidak mudah. Risiko yang dihadapinya lebih besar bila dibandingkan memotret di studio.
“Bedanya dengan foto studio, foto wedding pemotretannya mengikuti acara yang sedang berlangsung dan harus minimal dalam melakukan kesalahan. Kalau foto studio masih bisa shot ulang jika ada kesalahan dalam memotret,” kata lelaki yang berguru pada Darwis Triadi ini.
Dalam sebulan, Yosh bisa menangani dua hingga tiga wedding. Beragam paket ditawarkan mulai dari 300 ribu hingga 8 juta. Ini disesuaikan dengan budget konsumen.
“Perbedaannya pada jumlah foto yang akan diberikan dan kualitas editingnya,”ujar pemilik usaha dengan dua cabang dan 8 karyawan ini.
Yosh tidak kehabisan akal. Studio utamanya yang terletak di seputaran kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) ini turut membidik pangsa mahasiswa. Paket yang digulirkannya berupa pas foto, foto glamour, hingga foto wisuda. Konsumen mahasiswa ini penyumbang pendapatan terbesar kedua setelah wedding.
“Wisuda ini bersifat temporary. Di UMS ada tiga kali wisuda per tahun. Jadi saya manfaatkan even ini sebagai salah satu layanan di tempat saya dengan paket wisuda. Harga per paket 125 ribu dengan tiga foto yang diberikan kepada konsumen,” tutur Yosh. “Setiap ada even wisuda, saya bisa menangani 100 wisudawan. Itu masih ditambah mahasiswa yang membeli paket pas foto untuk ijazah sebelum wisuda diadakan,” lanjutnya.
Prospek bisnis ini masih cerah di Kota Solo dan sekitarnya. Belum banyak penyedia layanan foto digital yang menghiasi kota bengawan ini.
“Solo berbeda dengan Yogya dan Surabaya. Di kedua kota tersebut, studio foto sudah menjamur. Bahkan di Surabaya, hampir setiap ruko yang ada, terdapat studio foto,” ujar Yosh. “Solo masih sangat prospek untuk bisnis studio foto digital,” lanjut Yosh.
Modal yang diperlukan memang besar. Minimal 200 juta diperlukan untuk membeli peralatan untuk terjun di fotografi profesional. Soal layanan, pemilik usaha harus pandai mencari celah yang bisa ditembus dengan paket penawaran foto. Selain itu, nilai tambah dalam pelayanan maupun produk juga harus diperhatikan sehingga menjadi ciri khas tersendiri.
“Kalau saya berkomitmen untuk selalu menghadirkan inovasi dalam produk foto yang dihasilkan. Misalnya dalam paket wisuda, properti yang menjadi background wisudawan berupa properti asli dan bukan sebuah gambar. Kualitas editing juga selalu saya perhatikan untuk menjaga kualitas,” kata Yosh.
Alasan ini menjadi salah satu inspirasi bagi M. Yoserizal, pemilik sekaligus fotografer Yosh Digital Photography, untuk mendirikan studio foto digital pada 2004 lalu. Dia mencoba mengambil pangsa wedding untuk bisnis studionya.
“Saya mengawali bisnis dengan fotografi wedding yang saya kembangkan ke pelayanan lain. Banyak orang yang menikah ingin momennya diabadikan,” ujar Yosh, panggilan akrab M. Yoserizal.
Yosh mengaku terjun di pangsa wedding tidak mudah. Risiko yang dihadapinya lebih besar bila dibandingkan memotret di studio.
“Bedanya dengan foto studio, foto wedding pemotretannya mengikuti acara yang sedang berlangsung dan harus minimal dalam melakukan kesalahan. Kalau foto studio masih bisa shot ulang jika ada kesalahan dalam memotret,” kata lelaki yang berguru pada Darwis Triadi ini.
Dalam sebulan, Yosh bisa menangani dua hingga tiga wedding. Beragam paket ditawarkan mulai dari 300 ribu hingga 8 juta. Ini disesuaikan dengan budget konsumen.
“Perbedaannya pada jumlah foto yang akan diberikan dan kualitas editingnya,”ujar pemilik usaha dengan dua cabang dan 8 karyawan ini.
Yosh tidak kehabisan akal. Studio utamanya yang terletak di seputaran kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) ini turut membidik pangsa mahasiswa. Paket yang digulirkannya berupa pas foto, foto glamour, hingga foto wisuda. Konsumen mahasiswa ini penyumbang pendapatan terbesar kedua setelah wedding.
“Wisuda ini bersifat temporary. Di UMS ada tiga kali wisuda per tahun. Jadi saya manfaatkan even ini sebagai salah satu layanan di tempat saya dengan paket wisuda. Harga per paket 125 ribu dengan tiga foto yang diberikan kepada konsumen,” tutur Yosh. “Setiap ada even wisuda, saya bisa menangani 100 wisudawan. Itu masih ditambah mahasiswa yang membeli paket pas foto untuk ijazah sebelum wisuda diadakan,” lanjutnya.
Prospek bisnis ini masih cerah di Kota Solo dan sekitarnya. Belum banyak penyedia layanan foto digital yang menghiasi kota bengawan ini.
“Solo berbeda dengan Yogya dan Surabaya. Di kedua kota tersebut, studio foto sudah menjamur. Bahkan di Surabaya, hampir setiap ruko yang ada, terdapat studio foto,” ujar Yosh. “Solo masih sangat prospek untuk bisnis studio foto digital,” lanjut Yosh.
Modal yang diperlukan memang besar. Minimal 200 juta diperlukan untuk membeli peralatan untuk terjun di fotografi profesional. Soal layanan, pemilik usaha harus pandai mencari celah yang bisa ditembus dengan paket penawaran foto. Selain itu, nilai tambah dalam pelayanan maupun produk juga harus diperhatikan sehingga menjadi ciri khas tersendiri.
“Kalau saya berkomitmen untuk selalu menghadirkan inovasi dalam produk foto yang dihasilkan. Misalnya dalam paket wisuda, properti yang menjadi background wisudawan berupa properti asli dan bukan sebuah gambar. Kualitas editing juga selalu saya perhatikan untuk menjaga kualitas,” kata Yosh.